Versi Guru Leumbur *RyanRamadhani*
https://radioonline.co.id/hits-bandung/https://radioonline.co.id/hits-bandung/https://radioonline.co.id/hits-bandung/
Di mulai dari
perjuangan Ki Hajar Dewantara dengan sekolah Taman Siswa melawan kebijakan
pendidikan colonial Belanda dengan politik balas budi yang seakan-akan ingin
membalas kebaikan rakyat yang ratusan tahun telah mereka jajah, yang ternyata
itu hanyalah sebuah system yang justru makin membodohi rakyat di negeri ini.
Hingga sekarang dengan amanat UUD 1945 bahwa anggaran pendidikan harus sebesar
20 % dari APBD baik pusat maupun daerah, tapi kenyataan bahwa banyak komponen di
dunia pendidikan harus selalu berteriak memohon belas kasihan untuk
diperhatikan.
Memiliki murid
yang kooperatif rasanya menjadi sebuah impian bagi seorang guru. Namun, fakta di lapangan berkata tidak demikian.
Banyak terjadi penyimpangan sosial di sekolah terhadap guru. Belum lama
ini masih segar di ingatan kita tentang guru yang malah ditantang muridnya.
Saat itu AA yang sedang merokok di dalam kelas, ditegur oleh Nur Khalim yang
merupakan salah satu guru pengampu mata pelajaran IPS di Gresik. AA melakukan
tindak persekusi terhadap Nur Khalim. Mirisnya, teman-teman AA bukannya malah
merelai tindakan AA, justru menertawakan.
Apa reaksi Nur Khalim?
alau bahasa
murid-murid sekarang mah “woles”. Yaps, santai saja dan tidak melakukan
tindakan fisik. Pasalnya, melakukan tindakan fisik terhadap murid di zaman
sekarang ini pun, sang guru langsung bisa dijerat pasal tentang perlindungan
anak. Padahal niatnya baik, tapi kenapa malah dihukum ya si guru ini? Siapa
yang salah?
Kenakalan
remaja nggak hanya satu macam, kalau dituliskan dalam satu artikel rasanya
Bapak/Ibu Guru pun juga sudah punya pengalaman apa saja kenakalan remaja yang
terjadi di sekitar kita. Tapi, apakah pernah terpikirkan bahwa salah satu
pemicu kenakalan dari siswa selain faktor lingkungan di rumah atau teman
bermainnya, kenakalan ini bisa juga dipicu dari pihak sekolah itu sendiri.
Salah satu
yang mungkin saja jadi pemicu kenakalan siswa ialah adanya jam kosong.
Bapak/Ibu Guru pasti sudah nggak asing dong dengan jam kosong? Biasanya jam
kosong itu terjadi karena guru yang mengampu suatu mata pelajaran di jam
tersebut tidak bisa hadir di kelas. Apakah Bapak/Ibu Guru pernah membayangkan
bagaimana reaksi mereka? Kata seperti “Horeee….” atau bahkan “Asyiiikk….”
menjadi sebuah ucapan yang memang lazim terjadi.
Salah satu kegiatan yang lazim
dilakukan siswa saat jam kosong ialah berfoto bersama.
Namun, di
balik kata-kata tersebut, mungkinkah muncul bibit-bibit kenakalan remaja?
Sangat mungkin. Tidak jarang siswa yang berada di jam kosong tersebut
meninggalkan kelas. Entah pergi ke kantin atau perpustakaan. Kalau hanya pergi
ke kantin atau perpustakaan masih bisa dimaklum. Hanya saja ditakutkan, jika
kebiasaan jam kosong tetap ada, mungkin
saja siswa-siswa melakukan hal yang sia-sia.
Di sini
diperlukan peranan guru piket yang notabene menjadi guru pengganti saat jam
kosong itu ada di sebuah kelas. Berhubung terbatasnya jumlah guru piket yang
bertugas. tidak jarang jika ada beberapa kelas yang memiliki jam kosong
bersamaan hanya diberikan tugas mencatat atau mengisi LKS. Apakah efektif?
Guru piket yang mengisi jam
kosong biasanya memberikan tugas untuk mengisi Lembar Kerja Siswa
Rasanya tidak
akan berjalan efektif untuk mengondusifkan kelas jika menggunakan cara
konvensional seperti itu. Jika Bapak/Ibu Guru kebetulan bertugas menjadi guru
piket, maka tidak ada salahnya mengisi jam kosong tersebut dengan cara mengajak
berdiskusi. Anda juga harus mempertimbangkan tema diskusi yang sesuai dengan
jenjang mereka. Jangan sampai anak kelas diminta membahas tentang sempitnya
lapangan pekerjaan.
Bapak/Ibu Guru
bisa menggunakan surat kabar bekas 1 atau 2 hari yang lalu. Anda bisa membagi ke
dalam beberapa kelompok yang kemudian tiap kelompok dibagikan surat kabar. Tiap
kelompok itu kemudian menentukan tema dan sesuai kesepakatan bersama,
diadakanlah sebuah diskusi. Secara nggak langsung, Anda mengasah kemampuan
kognitif para siswa supaya berani berpendapat di muka umum.
Sekali lagi,
sangat disayangkan jika jam kosong ini tidak sebanding dengan alokasi guru
piket yang tidak sebanding. Banyaknya guru yang mencari tambahan jam mengajar
di luar sekolah menjadikan jam kosong ini rasanya sulit untuk dihilangkan. Oleh
karena itu, peran guru piket sangat diharapkan bisa membuat jam kosong itu
tetap produktif.
semoga bermanfaat&berkah untuk kita semua..Ryan Ramadhani,S.Pd Ryanbec55@gmail.,com 085774141368